Tanaman teh merupakan jenis tanaman yang dipanen bagian vegetatifnya. Oleh karena itu, sangat penting menjaga kondisi tanaman agar produksi pucuknya berkelanjutan. Kegiatan pemetikan pucuk teh tidak dapat dilakukan secara sembarangan. Pemetikan harus sesuai berdasarkan syarat dan ketentuan yang berlaku. Tidak hanya menjaga kuantitas namun juga menjaga kualitas hasil petikan agar menghasilkan produk teh yang berkualitas tinggi.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi produksi pucuk, antara lain, tenaga kerja, luas lahan, dan pemupukan. Namun, tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting sebagai pelaksana kegiatan produksi. Jumlah dan peranan tenaga kerja menjadi penentu utama pada mutu dan kuantitas hasil petikan. Profesi pemetik teh bukan profesi yang sembarangan, hanya tenaga terlatih dan berpengalamanlah yang dapat menjadi pemetik teh.
Salah satu tantangan dalam menangani pemetik teh adalah adanya pemetik yang ceroboh, sehingga pucuk tercecer di jalanan. Ceceran pucuk tesebut disebabkan oleh kegiatan pemindahan pucuk dari bantalan gunting ke kolanding, dan dari kolanding ke waring atau wadah pucuk juga pada saat kegiatan penimbangan pucuk. Berdasarkan hasil pengamatan saat praktek kerja lapangan (PKL) di PPTK Gambung, diperoleh nilai rata-rata kehilangan pucuk sebesar 0,6% dari 9 mandor petik.
Banyak yang menyepelekan ceceran tersebut, karena berasumsi bahwa nilai kehilangannya sangatlah sedikit. Namun, pada kenyataannya, ceceran tersebut apabila dijumlahkan per tahun akan menimbulkan kerugian kurang lebih 100 juta rupiah. Pengambilan data dilakukan pada saat musim kemarau yang berarti produksi lebih sedikit dibandingkan dengan musim penghujan. Berdasarkan hasil wawancara, pemetik mengemukakan bahwa saat musim penghujan jumlah ceceran lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau. Sehingga kerugian akibat ceceran tersebut bisa saja lebih tinggi jika dibandingkan saat musim kemarau.
Oleh karena itu, untuk menghindari kerugian yang lebih besar maka diperlukan kontrol yang lebih ketat lagi oleh mandor. Selain itu, dapat juga dilakukan modifikasi alat-alat penunjang seperti kolanding dengan sayap, bantalan gunting yang lebih besar, penambahan jumlah waring, dan pemasangan terpal saat proses penimbangan. Tentu saja perbaikan ini dapat terlaksana jika seluruh lapisan karyawan bekerjasama dan berkoordinasi.
Disusun oleh :
Indah Yustika Putri (Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung )
Adhi Irianto Mastur, S.P. (Peneliti Agronomi Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung)