Mempunyai berat badan yang ideal memang telah menjadi idaman hampir setiap orang, terlebih bagi kaum wanita. Dimata kaum hawa, casing (kesing) menjadi demikian penting. Mengingat pentingnya penampilan bagi kaum hawa tersebut, sejumlah upayapun telah dilakukannya baik melalui jalur cepat maupun jalur lambat. Sudah bisa ditebak, sebagai bangsa yang inginnya serba instan, jalur cepat ini mendapat respon yang sangat baik meski akhirnya sudah bisa ditebak juga. Sesuatu yang instan tidak akan pernah menjadi abadi. Lalu bagaimana dengan program jalur lambat?
Surplus Energi
Meningkatknya stutus sosial, ekonomi dan usia harapan hidup ternyata berpotensi menerbitkan sejumlah masalah termasuk diantaranya adalah gizi berlebih. Tingginya tuntutan kerja memaksa seseorang untuk dapat melakukan sesuatu dengan serba cepat. Akibatnya, mengkonsumsi makanan siap santap -yang sangat terolah (high refined), berenergi tinggi, mudah ditelan, mudah dicerna dan diserap dengan baik oleh usus- menjadi salah satu pilihan utamanya. Dengan demikian dapat dipastikan bahwa asupan energipun menjadi demikian berlimpah.
Dilain pihak, untuk mengefisienkan waktu kerja, seseorang lebih memilih menggunakan mesin daripada menggunakan tenaganya sendiri. Untuk pergi ke lantai atas suatu gedung, orang lebih suka menggunakan eskalator atau lift daripada harus melewati tangga. Pola yang kurang aktif ini menyebabkan penggunaan energi tubuhnya menjadi berkurang. Kondisi yang kontradiktif inilah yang menyebabkan seseorang mengalami surplus energi.
Ketika seseorang mengalami surplus energi, tubuh akan menyimpan kelebihan energi tersebut dalam bentuk glikogen dan lemak. Glikogen merupakan cadangan energi dari karbohidrat yang disimpan didalam hati dan otot yang kapasitasnya hanya dalam hitungan ratus graman. Sementara itu, kemampuan tubuh dalam menyimpan lemak sangatlah besar, angkanya dapat menyentuh puluhan bahkan ratusan kilograman.
Defisit Energi
Mengingat surplus energi ini menjadi biang keladi meningkatnya berat badan seseorang, maka solusi terbaiknya adalah bagaimana menciptakan defisit energi bagi orang tersebut. Defisit energi bisa ditempuh dengan cara mengurangi asupan energi dari makanan dan menambah pengeluaran energi melalui aktivitas tubuh.
Tahapan penciptaan defisit energi haruslah berurutan, seperti tertera dibawah ini:
1. Mengubah pola kebiasaan makan dan aktivitas fisik
2. Mengonsumsi diet rendah energi dan olah raga secara rutin
3. Mengkonsumsi suplemen atau obat penurun berat badan
4.Terapi psikologis
5. Tindak bedah
Sampai dengan saat ini, belum ada satu suplemen atau obatpun yang secara langsung mampu menurunkan berat badan. Suplemen atau obat yang ada hanya membantu mengubah perilaku makan dan aktivitas fisik. Suplemen atau obat tersebut dapat dibagi menjadi penekan nafsu makan, penurun daya cerna usus terhadap lemak dan peningkat penggunaan energi.
Peran Teh dalam Penatalaksanaan Berat Badan
Sepanjang sejarah, masyarakat dari berbagai kebudayaan telah menikmati secangkir teh ketika atau setelah makan. Budaya tersebut berlanjut hingga jaman modern ini. Tentunya, kegiatan minum teh ini merupakan kegiatan yang menyenangkan. Terlepas dari sisi budaya, kebiasaan minum teh juga memiliki pengaruh yang bermanfaat bagi proses pencernaan. Meningkatnya proses pencernaan makanan, rendahnya resiko penyakit kanker perut, serta kemampuannya untuk mempertahankan berat tubuh yang baik menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah perkembangan teh sebagai minuman yang atraktif dan menyehatkan.
Berdasarkan makanan yang disukai, penderita obesitas terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok yang makanannya didominasi oleh karbohidrat dan kelompok yang makanannya didominasi oleh lemak. Oleh karena itu, pada bagian akhir ini akan dijelaskan bagaimana peran teh dalam menata kedua kelompok makanan tersebut.
Peran dalam Karbohidrat
Polifenol teh mempengaruhi metabolisme karbohidrat dengan berbagai cara. Pertama, polifenol mencegah fungsi enzim amilase, yaitu enzim pada saliva yang memulai proses pencernaan karbohidrat. Hal ini mengakibatkan gangguan penyerapan glukosa yang diturunkan dari karbohidrat komplek. Kedua, polifenol mencegah enzim sukrose dan glukosidase, yang penting untuk pencernaan karbohidrat pada usus kecil. Ketiga, polifenol teh merubah mekanisme transport yang digunakan untuk membawa glukosa melewati dinding atau selaput usus. Hasil akhirnya adalah pengurangan penyerapan karbohidrat dan tingkat glukosa darah yang lebih rendah. Alasan inilah yang paling meyakinkan mengapa teh sangat bermanfaat pada kasus diabetes maupun obesitas.
Secangkir teh tanpa penambahan gula atau susu hanya menerbitkan 4 kalori. Atas dasar kenyataan inilah teh dapat diterima untuk berbagai diet penurunan berat badan. Para ahli penurunan berat badan berhipotesis bahwa teh dapat mengurangi jumlah penyerapan karbohidrat, tanpa mengundang resiko kekurangan gizi pada tubuh. Polifenol pada teh mempengaruhi kerja amilase, enzim pada saliva (ludah) yang mencerna karbohidrat, dan juga mempengaruhi pencernaan karbohidrat berikutnya sepanjang saluran pencernaan.
Meski literatur yang menyatakan bahwa teh sebagai pembantu diet yang baik masih dirasa minim, para ahli dari Laboratorium penelitian pangan Mitsui Norin Co. Di Shizuoka, Jepang memaparkan dalam Journal of Agricultural & Biological Chemistry bahwa polifenol teh dapat menghambat aktivitas amilse pada dosis yang lebih rendah. Yang lebih menggembirakan adalah hasil penelitian tersebut juga mengindikasikan bahwa polifenol teh dapat mengendalikan berat badan tanpa menggadaikan selera makan.
Peran dalam LemakBagi seseorang yang berkecimpung di dunia kedokteran, gizi maupun farmasi tentunya mengenal yang namanya tetrahydrolipstatin (Xenical). Obat ini bekerja di dalam usus untuk menghambat aktivitas enzim lipase, yaitu enzim yang mempunyai job description mencerna lemak. Dengan tidak aktifnya enzim ini maka sebagian lemak menjadi tidak dapat dicerna dan diserap oleh usus. Setidaknya angka ini dapat menyentuh 30%. Selanjutnya, lemak yang tidak dicerna ini dikeluarkan oleh sistem tubuh bersama feces. Ketika aktivitas tubuh tidakmengalami perubahan yang berarti, maka sudah dipastikan peluang terjadinya defisit energi menjadi demikian terbuka.
Lalu muncul pertanyaan, apa hubungannya dengan teh? Sejumlah publikasi terkini menegaskan bahwa teh mempunyai kemampuan yang mirip dengan obat diatas yaitu menghambat aktivitas enzim lipase. Multi efek teh membuatnya dapat diaplikasikan pada penderita obesitas. 60 orang wanita paruh baya yang mengalami obesitas diberi diet 1800 kalori tiap harinya. Beberapa wanita memilih suplemen teh saat sarapan, makan siang, dan makan malam; sedangkan yang lainnya mengkonsumsi pil plasebo. Setelah dua minggu aturan ini diterapkan, wanita yang memilih mengkonsumsi polifenol teh berat badannya berkurang dua kali lebih banyak daripada kelompok yang mengkonsumsi plasebo. Hasilnya mungkin akan lebih mengesankan lagi setelah pengujian dilakukan selama sebulan penuh. Pengguna teh mengalami penurunan berat badan tiga kali lebih banyak daripada yang melakukan diet biasa (tanpa mengkonsumsi teh).
Kandungan kafein pada teh merupakan bagian lain dari alasan mengapa teh mendukung penurunan berat badan. Kafein dapat meningkatkan metabolisme dasar (tingkat dimana energi digunakan sebagai fungsi dasar untuk bernafas, memompa darah, dan mempertahannkan suhu darah). Peningkatan ini berhubungan dengan efek thermogenik. Hal ini dapat mendorong penurunan berat badan dengan cara membantu tubuh mengeluarkan lebih banyak kalori. Kenyataan menunjukkan bahwa pengaruh potensial terhadap penurunan berat badan dari teh ini dapat dipertanggungjawabkan baik secara empiris maupun ilmiah. Hal ini tentunya mengundang pertanyaan berikutnya, yaitu sudah berapa cangkir anda minum teh berkualitas hari ini?