Hampir setiap tahun luas lahan perkebunan teh di Indonesia semakin menurun dan beralih fungsi. apalagi pesona teh Indonesia kalah bersaing dengan pesona teh impor yang banyak memenuhi pasar Indonesia. Selain itu, permasalahan residu Antrakuinon pada produk teh ekspor Indonesia ke Eropa menjadikan komoditas teh indoesia semakin terpuruk. Permasalahan tersebut dicoba dicari solusinya pada kegiatan Riungan teh Indonesia III yang diselenggarakan oleh APTEHINDO yang bertempat di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung, pada awal 8 Mei 2017. Menurut Dr. Bayu Krisnamukti, Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi), ”Berdasarkan data Kementerian Pertanian, lahan teh di Indonesia menyusut 3.000 hektar per tahun. Dari jumlah itu, setengah di antaranya ada di Jawa Barat, daerah dengan lahan teh terbesar di Indonesia.” di dalam pemaparannya. Pada kegiatan Riungan teh Indonesia III juga dibahas perihal yang berkaitan: pembangunan museum perkebunan teh sebagai pusat edukasi, promosi dan pemasaran; perbaikan kualitas dan keamanan produk komoditas teh untuk perbaikan pemasaran komoditas teh Indonesia; dan perbaikan sistem pemasaran komoditas teh Indonesia.
Riungan teh Indonesia III tampak hadir Mantan Wamentan Rusman Heriawan, Ketua Asosiasi Teh Indonesia (ATI) Rachmat Badruddin, Direktur Utama KPBN Iriana Ekasari, dewan komisari & Direksi PTPN VIII, Direktur Pagilaran, Direksi PT. RPN, Ketua GPP Jabar, Direksi PT. Kabepe Chakra, Dinas Perkebunan Jabar, para peneliti PPTK dan para pemangku kepentingan